Selasa, 21 Juli 2009

Ludruk Mustika Jaya

Pentas "Gembong Narkoba" ludruk Mustika Jaya Jombang

Tanggapan ludruk Mustika Jaya berlambar "Gembong Narkoba" ini ditanggap Yu Sri dari Desa Balongsuro Tembelang pada 13 Juli 2009 lalu. Petandak Sipon juga naik pentas malam itu. Agil Suwito sebagai pimpinan ludruk berusaha semaksimal mungkin memuaskan penonton. Para penonton sejak pukul 8 malam sudah berdusel-dusel di sana. Yu Sri si penanggap ternyata baru kali ini menanggap ludruk untuk sunatan anaknya. Maka, wayang saratpun digelar dengan menghadirkan dalang setempat. setelah puluhan petandak manggung, lalu dua pengremo tampil, kemudian tiga pelawak munggah panggung: Cemet, Mbah Tamin, dan lain-lain mulai mengocok perut hingga pantat penonton. Lepas jam 12-an para pelawak turun. dan seperti biasa, para penonton surut satu persatu meninggalkan panggung pertunjukan. Tapi show must go on, lakon "Gembong Narkoba" harus dilanjut. Adegan gontok yang seru bak adu-tanding beneran dimulai dengan menampilkan pegontok Cak Ngaidi dan Cak Raji. Si Ngaidi dengan toya bambunya mengganas menyerang Raji yang hanya menghadapinya dengan tangan kosong. Tar-ter-tor dan drak-druk-drak bergetar dari panggung yang sempat menyambar perhatian penonton untuk balik menonton kembali.

Tokoh dalam lakon "Gembong Narkoba" ini yang menonjol adalah Jalal yang baru keluar dari penjara. Ia merupakan kawan sebegundalan dengan si Jalil anak pukimak dan pendurhaka orangtua. Mereka berdua menggegerkan kampung, setelah si Jalil brengsek ini memaksa adik perempuannya untuk kawin dengan Jalal bangsat, meski adiknya tersebut telah bersuamikan Parman si pemuda kampung yang bekerja sebagai penjual kayu bakar.Jalil menganiaya adiknya, sampai-sampai adiknya yang telah mengandung besar itu mati. Tapi Jalal dan jalil tidak percaya atas kematian itu, dan mereka bersepakat untuk membuktikannya dengan menggali kuburannya.... Pentas ludrukan ini usai sekitar pukul 3, sebelum solah-salah tarkhim merayap ke semua orang di malam itu.


Ludruk Mustika Jaya
Pimpinan : Pak Agil
Kontak HP: 081913224211
Alamat : Desa Kedungrejo, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang


Oleh: Fahrudin Nasrulloh

Minggu, 19 Juli 2009

Novelis Jombang

Siti Sulami, Pelajar Novelis asal Desa Terpencil di Jombang

Berharap Lanjutkan Kuliah dari Hasil Menulis


Jangan pernah mengartikan bahwa cobaan adalah akhir sebuah cerita. Artikanlah ia sebagai sebuah episode baru kehidupan, dimana episode-episode berikutnya adalah jalan cerita menuju kebahagiaan

ROJIFUL MAMDUH, Jombang

---------------------------------------------------

DUA kalimat tersebut menutup novel berjudul Fatikah Cinta. Satu-satunya buah karya Siti Sulami, yang telah diterbitkan Pustaka Ilalang Lamongan. Dua novel lainnya rencananya segera menyusul untuk diterbitkan. Masing-masing dengan judul Ketika Maut Ikut BermimpiCinta dan Kehidupan.

''Keduanya masih dalam tahap penyelesaian,'' ujar siswi kelas XII/IPS MAN Genukwatu ini. Salah satu sekolah yang terletak di arah barat daya Kecamatan Ngoro, Jombang. Berjarak 20 kilometer dari pusat Kota Jombang. Sekaligus menjadi salah satu wilayah perbatasan antara Jombang dan Kediri.

Nuansa pedesaan masih sangat kental di lingkungan sekolah tersebut. Lebih dari 80 persen penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Dan lebih dari 60 persen luas lahan yang ada masih berupa areal persawahan. Termasuk yang mengelilingi bangunan sekolah tersebut.

Sulami sendiri sehari-hari tinggal di Dusun Sumbersari, Desa Genukwatu. Tepat di samping lokasi penggalian sirtu. Yang hanya berjarak dua kilometer dari sekolah. Namun jalan desa yang harus dilalui cukup sulit. Lantaran masih berupa tanah liat berbatu, yang menjadi sangat becek saat penghujan dan berdebu tebal saat kemarau. ''Kalau ke sekolah naik sepeda angin paling cuma 15 menit,'' ucapnya polos.

Bungsu dari tujuh bersaudara pasangan Subandi dan Sulasiyah ini memang nampak cerdas. Di tengah keseriusan wawancara, dirinya masih sempat beberapa kali menyelipkan gurauan. ''Rumah saya memang di bawah ''bar'', barongan (rerimbunan pohon bambu, Red),'' ucapnya terkekeh.

Dara kelahiran 22 Juli 1990 ini mengaku mulai menulis sejak di bangku kelas XI. Setelah mendapat bimbingan dari guru ektrakurikulir kelompok ilmiah remaja (KIR). ''Mulanya sama Pak Faqih diajari dan diminta membuat karya tulis ilmiah,'' terangnya. Namun tak lama berselang, dirinya mulai diminta untuk menulis fiksi semisal cerpen. Setelah diberi bimbingan dan beberapa koleksi buku cerpen dan novel.

Sejak itu semangat menulisnya semakin tumbuh. Seiring besarnya minat baca yang dimiliki. Sampai-sampai, dia rela mengumpulkan uang sakunya hanya untuk membeli buku, selain pinjam buku dari sana-sini. Lantaran buku fiksi yang tersedia di kampus, telah habis dilahapnya.

''Saya juga selalu termotivasi untuk bisa seperti beberapa penulis cilik lainnya,'' terangnya. Diantaranya Fina Af'idatussofa, 17, siswi sekolah alternatif Qoryah Toyyibah Salatiga Jawa Tengah yang telah menulis sejumlah buku. Diantaranya Sebatas Angan Rindu, Lebih Asyik Tanpa UN, Just For you, Ustadz dan Gus Yahya Bukan Cinta Biasa.

''Saya juga idola Zizi,'' terangnya. Yakni Azizah Hefni, yang saat lulus dari bangku MAK Bahrul Ulum Tambakberas tahun 2004 telah menelorkan sejumlah antologi cerpen semisal Pertemuan di Rintik Hujan. Hingga kini, mahasiswi UIN Malang tersebut aktif menulis di berbagai media. ''Saya ingin terus menulis untuk biaya kuliah,'' terangnya.

Lantaran orang tuanya sudah secara terang-terangan menyatakan tidak mampu membiayai studi di perguruan tinggi. Selain sudah beranjak tua, usaha yang mereka geluti juga semakin sepi. ''Bapak sudah tua, sekarang jual buah pakai motor juga sering dirazia trantib,'' paparnya.

Sehingga kini sang bapak kian jarang berjualan. Karena itu pula, dari enam saudaranya, tidak ada satupun yang melanjutkan studi ke perguruan tinggi. ''Rata-rata hanya lulus SMP, yang SMA cuma dua,'' terangnya.

Padahal tekadnya untuk melanjutkan studi sangat tinggi. ''Saya ingin kuliah di jurusan Sastra,'' terangnya. Agar dapat terus mengembangkan bakat menulisnya. ''Karena itu saya terus berusaha dan berdoa. Kalau Andrea Hirata bisa, saya yakin orang lain juga bisa,'' ujarnya sembari mengaku sudah membaca tiga bagian dari tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yakni Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor. ''Jika sukses, kelak saya ingin menulis memoar seperti dia,'' ucapnya ringan. (yr)


[ Rabu, 10 Desember 2008 ]
Sumber: http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=48256

Seni-Budaya Jombang

Besutan: Teater Tradisional Jombang

Oleh: Nasrul Ilahi*

Besutan adalah kesenian tradisional asli Kabupaten Jombang yang merupakan pengembangan dari Kesenian Lerok dan merupakan cikal bakal Kesenian Ludruk. Kesenian Lerok merupakan kesenian yang bersifat amen. Pelakunya berpindah dari satu keramaian ke keramaian lain untuk menyuguhkan pertunjukan teater sederhana. Pelakunya semula tunggal yang melakukan monolog dan dalam perkembangannya pelakunya lebih dari satu orang. Lakon yang dibawakan merupakan cerminan dari kehidupan sehari-hari. Dari bermacam-macam lakon yang disuguhkan, ternyata yang menggunakan tokoh Besut paling digemari penonton. Lama kelamaan, karena lebih sering melakonkan Besut, maka keseniannya kemudian disebut Besutan.

Kata besutan berasal dari kata besut. Besut itu sendiri merupakan akronim dari kata beto maksud (membawa pesan). Ada juga yang mengatakan besut berasal dari kata besot (menari). Besut merupakan nama tokoh utama dalam teater Besutan. Tokoh Besut merupakan sosok laki-laki yang cerdas, terbuka, perhatian, kritis, transformatif, dan nyeni.

Dalam lakon Besutan, tokoh yang selalu hadir antara lain: Besut, Rusmini, Man Gondo, Sumo Gambar, dan Pembawa Obor. Tokoh lain bisa dimunculkan sesuai kebutuhan cerita. Besut yang gagah dan Rusmini yang cantik selalu menjadi sepasang kekasih atau sepasang suami istri. Sumo Gambar selalu berperan antagonis, sebenarnya sangat mencintai Rusmini, namun selalu bertepuk sebelah tangan. Man Gondo yang merupakan paman Rusmini, selalu berpihak pada Sumo Gambar, karena kekayaannya. Dengan tema apa pun lakon atau ceritanya, bumbu cinta segitiga antara Rusmini, Besut, dan Sumo Gambar selalu menjadi penyedapnya.

Busana Besut sangat sederhana. Tubuhnya dibalut kain putih yang melambangkan bersih jiwa dan raganya. Tali lawe melilit di perutnya melambangkan kesatuan yang kuat. Tutup kepalanya merah melambangkan keberanian yang tinggi. Busana Rusmini merupakan busana tradisional Jombang, menggunakan kain jarik, kebaya, dan kerudung lepas. Man Gondo berbusana Jawa Timuran, sedang Sumo Gambar berbusana ala pria Madura.

Ritual Besutan

Dalam pertunjukan Teater Rakyat Besutan, selalu diawali dengan semacam ritual yang berfungsi sebagai intro. Ritual ini menggambarkan bahwa Besut melambangkan masyarakat yang hidupnya terbelenggu, terjajah, terkebiri, dibutakan, dan hanya boleh berjalan menurut apa kata penguasa (baca: penjajah).

Dalam ritual, selalu dimulai dengan Pembawa Obor yang berjalan dengan penuh waspada, hati-hati, dan terus mengendalikan Besut yang selalu di belakangnya. Besut yang matanya terpejam (dilarang banyak tahu), mulutnya tersumbat susur (dilarang berpendapat), berjalan ngesot (merayap) mengikuti ke mana obor bergerak. Besut selalu sigap menanti setiap peluang. Pada satu kesempatan, Besut meloncat berdiri, tangannya merebut pegangan obor, dan dengan sekuat tenaga, susur yang ngendon di mulutnya disemprotkan ke nyala obor hingga padam. Mendadak matanya terbuka, mulutnya bebas, langsung menari dengan heroik.

Demikianlah, secara sederhana, gambaran teater rakyat yang bersama Besutan. Terus melestarikannya dan mengeksplorasinya merupakan tugas kaum seniman Jombang dan masyarakat Jombang secara keseluruhan.



*Nasrul Ilahi, Pemerhati budaya dan sebagai Kasi Pengembangan dan Pemberdayaan Kesenian pada Disporabudpar Jombang

Sarasehan Seniman Ludruk 2009

Sarasehan Seniman Ludruk 2009

Shared via AddThis

Komunitas Musik Country Girilaja Mojokerto

Logo Komunitas Lembah Pring Jombang

Logo Komunitas Lembah Pring Jombang
Design by: Fahrudin Nasrulloh dan Samsul Nanggalrek